Pengaturan
HAM dalam ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat dalam perundang-undangan
yang dijadikan acuan normatif dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam
perundang-undangan Republik Indonesia paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang menyatakan tentang HAM. Pertama, dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP
MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang. Keempat, dalam peraturan
pelaksanaan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan
pengaturan HAM dalam perundang-undangan tertulis memberikan jaminan kepastian
hukum yang sangat kuat, karena perubahan dan/atau penghapusan satu pasal dalam
konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia dilakukan melalui proses
amandemen dan referendum. Adapun, kelemahanya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang bersifat global seperti ketentuan tentang
HAM dalam konstitusi Republik Indonesia. Sementara itu, bila pengaturan HAM
melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sanksi hukum bagi
pelanggarnya. Adapun, pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan
pelaksanaannya memiliki kelemahan pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan.
1.
Pengaturan HAM dalam Konstitusi
Negara
Pengaturan HAM dalam Konstitusi
Negara terdapat pada dokumen-dokumen berikut.
a.
Undang Undang Dasar Tahun 1945
Jaminan perlindungan atas hak asasi
manusia yang terdapat dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1) Hak atas persamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan, Pasal 27 Ayat (1)
2) Hak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak, Pasal 27 Ayat (2)
3) Hak berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, Pasal 28
4) Hak memeluk dan beribadah sesuai
dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat (2)
5) Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30
6) Hak mendapat pengajaran, Pasal 31
7) Hak menikmati dan mengembangkan
kebudayaan nasional dan daerah, Pasal 32
8) Hak di bidang perekonomi, Pasal 33
9) Hak fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara, Pasal 34
b.
Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS)
Jaminan pemajuan hak asasi manusia,
dalam Konstitusi RIS 1949, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Hak diakui sebagai person oleh UU (The
Right to recognized as a person under the Law), Pasal 7 Ayat (1)
2) Hak persamaan di hadapan hukum (The
right to equality before the law), Pasal 7 Ayat (2)
3) Hak persamaan perlindungan menentang
diskriminasi (The right to equal protection againts discrimination), Pasal 7
Ayat (3)
4) Hak atas bantuan hukum (The Right to
Legal assistance), Pasal 7 Ayat (4)
5) Hak atas keamanan personal (The
Right to personal security), Pasal 8
6) Hak atas kebebasan bergerak (The Right
to freedom or removement and residence), Pasal 9 Ayat (1)
7) Hak untuk meninggalkan negeri (The
Right to leave any country), Pasal 9 Ayat (2)
8) Hak untuk tidak diperbudak (The
Right not to be subjected to slavery, servitude, or bondage), Pasal 10
9) Hak mendapatkan proses hukum (The
Right to due process of law), Pasal 11
10) Hak untuk tidak dianiaya (The Right
not to be subjected to turtore, or to cruel, inhuman or degrading treatement or
punishment), Pasal 12
11) Hak atas peradilan yang adil (The
Right to impartial judiciary), Pasal 13 Ayat (1)
12) Hak atas pelayanan hukum dari para
hakim (The Right to an effective remedy by the competent national tribunals),
Pasal 13 Ayat (2)
13) Hak dianggap tidak bersalah (The
Right to be persumed innonence), Pasal 14 Ayat (1),(2),dan (3)
14) Hak atas kebebasan berpikir dan beragama (The Right to freedom or thought, conscience, and religion),
Pasal 18
15) Hak atas kebebasan berpendapat (The Right to freedom of opinion and express), Pasal 19
16) Hak kebebasa berkumpul (The Right to association), Pasal 20
17) Hak atas penuntutan (The Right to petition the government),
Pasal 21 Ayat (1)
18) Hak turut serta dalam pemerintahan (The Right to take part in the government), Pasal 22 Ayat (1)
19) Hak akses dalam pelayanan publik (The Right to equal acess to public service), Pasal 22 Ayat (2)
20) Hak mempertahankan negara (The Right to national defence), Pasal
23, setiap warga negara berhak dan berkewajiban turut serta dan sungguh-sungguh
dalam pertahanan kebangsaan.
21) Hak atas kepemilikan (The Right to own proverty alone as well as
in association with others),
Pasal 25 Ayat (1)
22) Hak untuk tidak dirampas hak
miliknya (The Right to be arbitrary deprived of his property), Pasal 25 Ayat
(2)
23) Hak mendapatkan pekerjaan (The right to work, to free choice employment, to just and favourable
conditions), Pasal 27 Ayat (1)
24) Hak atas kerja (The Right to work and to pay for equal work), Pasal 27 Ayat (2)
25) Hak untuk membentuk serikat kerja (The Right to labour union), Pasal 28
c.
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
1950
Perlindungan dan
materi muatan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
Tahun 1950, di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Hak atas kebebasan agama, keinsyafan batin, dan pikiran, Pasal
28.
2)
Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, Pasal
19.
3) Hak atas kebebasan
berkumpul dan berapat diakui dan diatur dengan undang-undang, Pasal 20.
4) Hak berdemonstrasi dan
mogok diakui dan diatur dengan undang-undang, Pasal 21.
5)
Hak berpendapat, berserikat dan berkumpul, bahkan hak
berdemonstrasi dan mengajukan pengaduan kepada penguasa, Pasal 22.
6)
Hak turut serta dalam pemerintahan, Pasal 23.
7)
Berhak dan berkewajiban turut serta dengan sungguh-sungguh dalam
pertahanan negara, Pasal 24.
8)
Hak atas kepemilikan baik sendiri maupun bersama-sama orang
lain, Pasal 26.
9)
Hak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28.
10) Hak untuk mendirikan
serikat pekerja dan masuk kedalamnya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya,
Pasal 29.
11) Hak dibidang
pendidikan dan pengajaran, Pasal 30 .
12) Hak untuk terlibat
dalam pekerjaan dan organisasi-organisasi sosial, Pasal 31.
13) Hak atas kebebasan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, Pasal 40.
14) Hak atas jaminan
kesehatan, Pasal 42.
d.
Undang Undang Dasar (UUD) Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Jaminan atas pengakuan
dan perlindungan hak asasi manusia menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Hak untuk hidup dan mempertahankan
hidup dan kehidupannya, Pasal 28 A .
2) Hak untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, Pasal 28 B Ayat (1) .
3) Hak anak untuk kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, Pasal 28 B Ayat (2).
4) Hak untuk mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, Pasal 28 C Ayat(1).
5) Hak untuk mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, Pasal
28 C Ayat (1).
6) Hak untuk mengajukan diri dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif, Pasal 28 C Ayat (2).
7)
Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan
perlakuan yang sama di depan hukum, Pasal 28 D Ayat (1).
8)
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja, Pasal 28 D Ayat (3).
9)
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, Pasal 28 D
Ayat (3).
10) Hak atas status
kewarganegaraan, Pasal 28 D Ayat (4)
Masih banyak lagi pasal-pasal dalam
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang
hak asasi.
2.
Pengaturan HAM dalam Ketetapan MPR
Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR
dapat dilihat dalam TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Pelaksanaan dan Sikap
Bangsa Indonesia Terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.
3.
Pengaturan HAM dalam Undang-Undang
Pengaturan HAM juga dapat dilihat
dalam Undang-undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, antara
lain adalah sebagai berikut.
a. UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan,
b. Perlakuan atau Penghukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
c. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
d.
UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU Nomor 25 Tahun 1997
tentang Hubungan Perburuhan.
e.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
f.
UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 105 tentang
Penghapusan Pekerja secara Paksa.
g.
UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang
Usia Minimum Bagi Pekerja.
h.
UU Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 11 tentang
Diskriminasi dalam Pekerjaan.
i.
UU Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 11 Tahun 1963 tentang
Tindak Pidana Subversi.
j.
UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi.
k.
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
l.
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
m.
UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
n.
UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
4.
Pengaturan HAM dalam Peraturan
Pemerintah dan Keputusan Presiden
Pengaturan HAM dalam peraturan
pemerintah dan Keputusan Presiden, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM.
b. Keputusan Presiden (Kepres) Nomor
181 Tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap
Wanita.
c. Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 1998-2003, yang memuat rencana ratifikasi
berbagai instrumen hak asasi manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa serta tindak
lanjutnya.
d. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun
2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makassar.
e. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun
2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, yang diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun
2001.
f. Keputusan Presiden Nomor 181 tahun
1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
g. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun
1993 tentang Komnas HAM.
Keseluruhan ketentuan perundang-undangan di atas merupakan pintu pembuka
bagi strategi selanjutnya, yaitu tahap penataan aturan secara konsisten (rule consistent behaviour). Pada tahap
ini diupayakan mulai tumbuh kesadaran terhadap penghormatan dan penegakan HAM,
baik di kalangan aparat pemerintah maupun masyarakat karena HAM merupakan
kebutuhan dasar manusia yang perlu diperjuangkan, dihormati, dan dilindungi
oleh setiap manusia. Penataan aturan secara konsisten memerlukan persyaratan
yang harus dipenuhi. Persyaratan pertama adalah demokrasi dan
supremasi hukum; kedua, HAM sebagai tatanan sosial. Menurut Prof Bagir Manan,
demokrasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum
merupakan instrumen bahkan prasyarat bagi jaminan perlindungan dan penegakan
HAM. Oleh karena itu, hubungan antara HAM, demokrasi, dan negara harus dilihat
sebagai hubungan keseimbangan yang “simbiosis mutualistik”. Selanjutnya, HAM
sebagai tatanan sosial merupakan pengakuan masyarakat terhadap pentingnya
nilai-nilai HAM dalam tatanan sosial. Pendidikan HAM secara kurikuler maupun
melalui pendidikan kewarganegaraan (civic
education) sangat diperlukan dan terus dilakukan secara berkesinambungan